PILARIND, Jawa Barat - Ridwan Kamil membuat hati para guru honorer dan keluarganya tersakiti, bukan lagi secara personal melainkan membawa profesi guru khususnya para honorer. Bagaimana tidak, sebuah pertanyaan yang sejatinya bentuk dari kepedulian masyarakat terhadap pemimpinnya di lembaga eksekutif provinsi (gubernur) ternyata membuat seorang guru honorer dikeluarkan secara tidak terhormat bahkan dikeluarkan dari dapodik (data pokok pendidikan)
Apriliana Eka Dani berkomentar "PMII selaku organisasi kemahasiswaan yang dimana banyak juga kader- kader calon guru di Jawa Barat sangat kecewa dengan kasus tersebut.
Seperti yang kita ketahui Anti kritik merupakan salah satu bentuk karakter feodal dan kolonialisme. Ini sangat bahaya. Ketika seorang pemimpin sudah merasa dia maha benar dan enggan dikomentari atau dikritik bisa memunculkan bibit otoriter. Padahal sudah menjadi konsekuensi logis pemimpin di kritik dan di minta pertanggungjawaban oleh masyarakat nya." Jelasnya, Kamis (16/03/2023)
Apalagi kalo hanya menanyakan kedudukan dia sebagai siapa dalam suatu acara( personal yang diamanahi sebagai gubernur, sebagai kader partai atau secara pribadi sebagai warga biasa) sangat tidak biasa kalo reaksinya sampe harus di pecat. Sungguh karakter feodalistik yang kuat. Adikuasa yang tidak tepat. Memanfaatkan kekuasaan untuk menindas rakyat nya sendiri. Miris, sungguh miris sekali. Sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Tambah April ketua PKC PMII Jawa Barat
Pasalnya kalo beliau merasa tersinggung dan ada yang dilanggar dalam kode etik profesi sebagai guru apakah ada persidangan? Ini juga yang harus dibenahi oleh pemilik sekolah atau yayasan. Jangan karena Ridwan Kamil sebagai gubernur membuat kebijakan tanpa landasan kuat. Bahkan membuat seorang kepala keluarga terhenti dari pekerjaannya.
Yayasan atau sekolah apalagi Dinas Pendidikan tidak boleh begitu saja langsung memecat tanpa ada proses etik dalam sidang Dewan Kehormatan Guru berdasarkan pasal 44 ayat 3 UU Guru dan Dosen, yang menyebutkan: “Dewan Kehormatan Guru dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.”
“Sebagai negara hukum, yayasan atau Dinas Pendidikan harus mengikuti tahapan proses sesuai aturan. Dikasih Surat Teguran misalnya merujuk Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), tidak bisa ujug-ujug dipecat" imbuh Ketua PKC PMII Jawa Barat.
Dengan sangat kecewa kami PKC PMII Jawa Barat menuntut kepada Ridwan Kamil selaku gubernur Jawa Barat dan kepala sekolah terkait untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Jawa Barat khususnya kepada seluruh guru honorer yang sudah dilukai dan diberlakukan tidak adil.